Senin, 17 Mei 2010

permata band.

berdiri 13 Desember 2007. formasi Wawan jozz (Guitar),Ully Aja (Bass), Yudi Unus (drum). Musik diusung beraliran pop alternatif dengan sedikit sentuhan blues dan klasik..lagu-lagu permata band memang belum memilki vokalis tetap sehingga pada posisi vokalis menggunakan additional player..pada lagu permata hati vokal di isi oleh arif kwok sekaligus pencipta lagu tersebut. sedangkan pada usai sudah hail ciptaan Ully aja vokalis di isi oleh aris..Permata band berdomisi di Tulang Bawang Lampung.

Minggu, 09 Mei 2010

kenapa band indie cepet bubar.

Ngomongin soal musik dan band emang ga pernah ada matinya. kemarin disela2 acara buka puasa bersama dgn teman-teman 1 komunitas, muncul obrolan dengan topik di atas... bukan obrolan serius, hanya obrolan ringan yang mengalir begitu saja seperti air.

Cetusan pertama berupa Kenapa ya ada band bagus dalam artian punya karya yang bagus, konsep yang bagus, Personil yang skillnya juga bagus, tapi kowq bubar ya?

Kita musti lihat, manajemennya bagus ga? jangan-jangan manajemennya yang kacau, jabatan manager yang diemban cuma dijadikan formalitas biar gaya, biasanya manager model gini di hire berdasarkan pertemanan. Hasilnya? job gak ada, personil akhirnya males untuk eksis, walhasil bandnya bubar.

Ada band bagus, karya yang bagus, konsep bagus, salah satu personil merangkap leadernya nya cukup eksis, dikenal banyak orang, job mulai banyak meskipun rata-rata dibayar dengan rasa pertemanan, selalu gonta-ganti manager karena nyari yang bener-bener mau bekerja untuk band tanpa imbalan finansial susahnya amit-amit banget, meskipun akhirnya ga ada manager. Akhirnya personil capek sendiri, sering manggung tapi timbal baliknya 'just say thanks' doang, cuma dapat kepuasan batin aja, trus band nya bubar juga.

Ada band bagus, karya yang bagus, konsep bagus, salah satu personil merangkap leadernya nya cukup eksis dikenal banyak orang, job mulai banyak, punya manager, karena bandnya bagus, selalu pasang harga tinggi, ga mau main di even gratisan walaupun sekedar untuk promosiin nama bandnya sendiri, sekali dua kali berhasil, tapi lama kelamaan orang mulai jengah, belagu banget sih nih band, meskipun lagu-lagu baru banyak, tetap ga mau nurunin harga, akhirnya bandnya mulai jarang manggung, dan bubar jalan.

Ada band biasa saja, baik itu karya maupun konsepnya, punya manager handal, bahkan personilnya ga perlu sampai ikut-ikutan promosi, semua adayang ngerjain. Sistem manajemen band sudah selayaknya band besar, Selain ada manager, juga ada manager keuangan, Road manager, Crew staff lebih dari 5 orang, ada yang khusus ngurusin wardrobe, dll. Tapi karena karyanya yang biasa saja dan permintaan manager yang ga mau bandnya gratisan bahkan harga yang terlalu tinggi, ya..namanya juga harus ngasih makan team management yang banyak itu.. namun diimbangi dengan kualitas permainan yang biasa saja maka bandnya sepi job, jarang manggung, akhirnya personilnya cabut satu persatu, dan bandnya bubar juga.

Ada band yang jeeleeek banget, baik dari segi musik maupun kualitas permainan, pokoknya nggak banget dech..tapi punya manager yang handal, selalu bisa ngelobi untuk bandnya tampil, dengan bayaran fleksibel, yang penting dapet duit, dan bandnya tetep eksis, sampai akhirnya pemikiran manager berbalik, semakin jelek band ini, semakin buruknya rumor yang beredar di masyarakat jutru semakin melambungkan nama band, dan anehnya semakin eksis pula mereka dari panggung ke panggung.
Kenapa bisa kaya gitu ya?

Ada band yang karyanya bagus, jenis musiknya juga oke, kualitas permainan personilnya juga bagus, Personil & Manajemen sudah solid Banget, Manajemennya Full lengkap dengan struktur organisasi & orang2 yang berkompeten dibidangnya, Job banyak banget, Fan base mantap abies..benar2 fans yang rela ngerogoh kocek demi nonton idolanya, Album yang di rilis selalu habis walau indie dan hanya di distribusikan lewat distro2. Sponsor? lengkap mulai dari sponsor tiap bikin event, sponsor wardrobe, slat musik... Nah.... ini sih ga usah ditanya lagi... pasti pada pengen punya band yang seperti ini khan??? :)

Oke deh kalau emang itu yang diinginkan. Sebenernya mana yang harus didahulukan dalam sebuah band? Dibawah ini adalah petikan dari perdebatan kita saat itu

Karya yang bagus?
kenapa band-band terkenal pasti personilnya rata-rata sudah berumur? apakah umur yang matang baru membuat mereka menghasilkan karya yang bagus?

Eksistensi personil?
gue eksis di temen-temen seumuran, tapi tetep aja band gue gak maju-maju, mau buat acara mahal modalnya, nyewa alat, tempat, segala macem, cari sponsor? duh hari gini mana mau ada yang ngasih duit. (percakapan dg Azis Dapur di Box Chat kemarin juga membahas ini sedikit)

Skillfull player?
Yah, orang-orang yang ber-skill gak mau diajakin susah, mereka maunya langsung major label, dapet produser, trus dibayar gede

Cari manager yang bener-bener mau susah sama-sama, pontang-panting, kukurilingan sana sini, bahkan bikin CD demo + Profile band pun pakai modal pribadi dulu.
emang ada orang kaya gitu? kalo pun ada pasti jarang banget, yang mau jadi manager band baru pasti temen-temen sendiri, itu juga banyakan cuma buat gaya-gayaan biar dibilang keren.

Fans base yang kuat?
klo fans basenya temen-temen doang gmana? Klo pun ada orang luar yang nonton itu pasti acara gratisan, klo pake tiket box, yang dateng sepiiiiiiii banget..yang kalo tu acara di buat dengan modal sendiri sudah pasti dijamin rugi...sementara sekarang live music gratisan dgn artis ngetop khas major label udh bertaburan..pake acara kemungkinan kita di shoot masuk tivi lagi..lihat aja kayak acara Dahsyat, Inbox ataw Dering.

Merilis album?
Brapa duit tuh? minta duit buat sewa studio aja susah bener keluarnya..ditambah lagi ini bukan jaminan, karena perlu dipikirin juga biaya promo & distribusinya. :(

Performance fee?
Diajak maen aja udah syukur, tapi kalo dipikir lagi males juga gini-gini terus, ongkos bensin gak ada, makan aja kadang gak dapet, klo mau nolak malah ntar band gue gak diajak maen lagi,
yang lain berkata, band gue udah rilis album, masa maen gak dibayar? Klo pun dibayar kok cuma segitu sih?

Lalu solusinya?
Memang musik itu berasal dari hati, tapi kadang-kadang seseorang bisa jenuh bukan?
Semua pasti menuntut sesuatu yang lebih baik, minimal ada timbal balik, karena semua ini adalah take and give menurut saya.

Hal seperti ini yang membuat kebanyakan band (terutama indie) tidak bertahan lama, dan akhirnya bubar.

Atau mungkin harus melakukan seperti kebanyakan teman-teman bekerja sambil bermain band, jadi jadikan band itu sebagai sampingan / hobby?

Saya sendiri belum bisa memberikan solusi terhadap perdebatan teman-teman saya diatas, karena semua tidak datang begitu saja.

Yang jelas, jika kita ingin membangun impian kita, pasti sangat dibutuhkan kerja keras, kerja cerdas dan pengorbanan yang tidak sedikit.

Perih, keringat, tangis dan airmata yang jatuh saat dalam perjalanan menuju impian nantinya akan terbayar dan menjadi cerita indah di saat kesuksesan telah di genggam.

Yang penting konsisten dan tidak mudah menyerah. Lakukan yang terbaik, biar sisanya Allah yang mengatur.
salam musik
post; prazz tyo

komunitas band indie: kami bertahan karena hoby.

Buat kami menjadi indie itu adalah pilihan. Bukan karena tidak ada pilihan makanya kami menjadi indie. Kebebasan mengeksplorasi alat musik dan mengekspresikan diri adalah alasan mengapa kami memutuskan menjadi indie. Tanpa perlu terikat pasar, berdiri di genre yang disenangi. Apakah emo, visual key, metal core pun british pop. Banyak yang tak mengerti ketika mendengar permainan kami. Tapi nggak masalah kok, karena itulah kami!

Anak band sudah menjadi hal yang lumrah di kota besar seperti Medan. Ngeband seumpama sudah menjadi hobi umum anak-anak SMA dan kuliahan. Tapi kalau dikatakan band indie? Sepertinya tidak berlebihan kalau band indie disebut punya kelebihan dibanding band lainnya.

Mengapa tidak, ketika semua band sedang tergila-gila dengan band komersil yang sedang 'in', band indie tetap dijalurnya. Banyak yang mempertanyakan apa defenisi band indie.

Cello, seorang pelakon band indie yang tergabung dalam Tomato ( Jalan Tomat Nomor 106/8), sebuah komunitas indie yang juga bergerak di bidang event organizer, sound company dan studio ini mengaku sampai sekarang agak sulit mendefenisikan indie itu seperti apa.

“Ada yang menyebutnya mandiri dengan musik yang cenderung 'tidak mau' diatur. Serta tidak tergantung oleh pasar dan major label. Membuat dan memasarkan album dilakoni sendiri,” kata Cello.

Namun yang pasti, musik indie berbeda dari band kebanyakan yang mengusung tema-tema pakem plus lirik-lirik pasaran. “Sebenarnya tergantung orang sih, kalau kami ya karena suka dan hobi makanya pilih indie,” tambahnya.

Konsen ke Jalur Indie


Menurut Cello, penggemar musik indie dan penganut band indie sudah cukup banyak di Medan. Walau tidak semeriah di Jawa. Namun lanjut Cello, band indie di Jawa lebih cepat naik karena sebagai pusat pemerintahan dan pusat dari “segalanya” lingkungan di Jawa mendukung dan mempermudah pergerakan band indie. Layaknya membuat track, demo, recording dan pemasaran sudah lebih terdepan dibanding Medan.

Karena itu jugalah keinginan untuk memajukan band indie di Medan, Cello dan kawan-kawan lainnya kemudian membuat Tomato. Tomato yang berdiri antara tahun 2005-2006 ini awalnya bukan langsung menjadi komunitas tetapi studio. “Sudah sekitar dua tahun belakangan ini kami jadi komunitas indie,” ungkapnya saat ditemui Global.

Itu pun tanpa disengaja. Anak-anak band indie sering ngumpul, sharing, curhat dan ngobrol maka terlintaslah di benak kenapa tidak membuat komunitas saja. Untuk saat ini band indie yang aktif di Tomato adalah Pickosh, A Hole in Your Stocking, Fireworks, Early Morning, Oblivious Insanity, Strauwvella, Marrionnete dan Gizmo.

Keberadaan Tomato sejatinya tak lain adalah untuk mendukung dan membantu mengenalkan band-band indie kepada masyarakat. “Tomato bukanlah sebuah manajemen tetapi wadah untuk mendorong band indie. Apalagi band-band baru,” cerita Cello.

Salah satu upaya Tomato adalah dengan menggelar perhelatan untuk para band indie tampil bersama. Beberapa event yang pernah digelar adalah Tribute Beatles, Explo Sound dan  Free To Be Me.

Tak disangkal para penonton yang datang masihlah kalangan terbatas yakni penggandrung musik indie. Kalau bukan penikmat indie biasanya akan berkomentar, 'Nih, musik apaan?' Pun bila dibandingkan, massa musik indie masih kalah jauh dengan musik-musik pop umumnya. “Tapi kami tetap enjoy kok!”

Kalau dibilang idealis mungkin iya juga. Karena Cello mengaku tidak mencari rupiah dengan bergelut di band indie. “Belum berpikir sampai ke arah sana. Masih hobi dan tidak materi.” Namun seperti band-band yang lain, pegiat band indie juga mempunyai mimpi yang sama. Menelurkan album.

“Sudah ada sih, beberapa band indie yang menghasilkan album. Kita sangat terbantu dengan adanya media elektronik, pemasaran jadi lebih mudah,” tutupnya.

FESTIVAL BAND SOBAT INDIES.


Waktu Mulai:
09 Mei 2010 jam 0:30
Waktu Selesai:
20 Mei 2010 jam 3:30
Tempat:
Jl. Marzuki VI Kp. Jembatan Rt. 014 / 01 Penggilingan, Cakung - Jakarta Timur
 
Ayoo...Dafarkan Segeraaa...Pendaftaran Cuma Rp. 100.000,-
Pasti seruu and Berhadiah Lhoo..
FESTIVAL BAND SOBAT INDIES
Menyalurkan Bakat para bandX2 yg siap Jadi ARTIS NGETOP Fasilitas..
* RBT GRATIS
* AUDISI REKAMAN LIVE 2LAGU GRATIS
* SERTIFIKAT FESTIVAL ..
Tuhhh Kann.. MANTAPKAN...

++ AUDISI aT. STUDIO STRIPE Tgl 20 - 2...7 Mei 2010 ++
++ FINAL , PUSAT GROSIR PIK PULOGADUNG, MINGGU Tgl 30 Mei 2010 ++

INFORMASI : WAHYU - 02191365690


FESTIVAL BAND SOBAT INDIES
STUDIO STRIPE Jl. Marzuki VI Kp. Jembatan Rt. 014 / 01 Penggilingan, Cakung - Jakarta Timur. Daftar dan ambil FORMULIRNYA .

 
* Bawain 2 Bh Lagu ..BEBAS ...gENRE : SEMUA ALIRAN MUSIK
* Audisi akan direkam live : CD dibagikan untuk semua Band
* ...FINAL sebanyak 15 Band TERBAIK.

Penasaran .Ayooo Daftar Segera...ditunggu yaaa...


Jl. Marzuki VI Kp. Jembatan Rt. 014 / 01 Penggilingan, Cakung - Jakarta Timur

Pendaftaran :

WAHYU - 02191365690

Estetika bermusik.

Cemas mencekap ketika air jatuh sebagai gerimis. Ketakutan dialami dia yang sendiri di pinggir kota. Ketakutan adalah ruang hampa dalam hatinya, sedangkan malam melukis kelamnya malam dihatinya.
Dia bukan siapa-siapa. Ia hanya seorang teman yang masih tersisa, ia masih memahat dendam kosong pada batu. Ia memaki malam yang tak kunjung usai. Ia membenci malam sejak ia kehilangan segalanya. Ia sendirian, bila ayah dan bunda tak ada lalu harus berharap pada siapa? Ia hanya bisa berharap ada iba yang jatuh di telapak tangannya. Bila biasa ia berkata, bukan ia tak cinta bunda yang telah melahirkannya kedunia. Tapi mengapa sejak nafas ia minta pada Tuhan hanya memberi luka? Telapak tangan kanannya ia buka lebar-lebar, matanya melotot besar karena lapar. Hatinya selalu saja berharap cemas, adakah iba yang bisa ia makan hari ini?
Pengemis itu ingin berbunyi dari malam, ia benci pada malam yang merebut rejekinya. Tapi siapa yang mau peduli? Mungkin ia terlalu naif untuk bekerja, atau kitalah yang terlalu naif padanya? Tangan-tangan kotor itu selalu selalu saja kita anggap merusak pemandangan kota ini. Padahal mereka juga manusia, sama seperti kita. Apa alasannya kita selalu memaki mereka? Sengaja mereka ku jadikan teman, aku tersadar mereka mengemis bukan karena cinta tapi waktu yang telah memperbudak  mereka.
Awal yang tanpa rekayasa, pada setiap kesempatan kujatuhkan iba pada tangan pengemis tua yang tubuhnya penuh luka itu. Pada satu kesempatan aku melintasinya dengan terburu-buru, “Emm… Mau pergi kemana Mas?” ia menyapa ku. Aku berhenti sejenak dan kembali padanya, lalu menjatuhkan iba pada tangannya, kupikir ia hanya ingin mengingatkanku hari ini. Lalu pada hari-hari biasa aku kembali melintasi pengemis tua itu, tapi tanganku penuh dengan beban yang harus kubawa. Seorang anak kecil menarik celanaku menawarkan bantuan, aku menolak tapi anak itu menunjuk pengemis tua di pinggir jalan, anak itu berkata “Bapak bilang saya harus membantu membawa barang-barang mas”. Aku tertegun, kutoleh pengemis tua itu dan tersenyum sambil mengangguk meniyakan.
Pada hari libur sengaja kucari pengemis tua itu, ku bawakan beberapa bungkusan nasi. Ia sangat gembira menerima kedatanganku, atau mungkin karena nasi bungkus ditanganku. Bapak tua dan anak kecil itu buru-buru melahap nasi bungkus itu, sambil mengunyah mereka sibuk mengucapkan terima kasih. Aku tertegun melihat keadaan di depanku, sebahagia itukah mereka menghargai setiap butir nasi? “Bapak terakhir makan waktu sore dua hari yang lalu” ia mulai bercerita, “Anak kecil ini bukan anak anak bapak tapi dia biasanya mengurus bapak, karena tangan dan kaki bapak lumpuh. Bahka terkadang, anak ini yang berbagi nasi dengan bapak” Pikirku, anak sekecil itu sudah ingin bertanggung jawab kepada orang lain, lalu kuberi bebrapa lembar uang ribuan dan ia menerimnya dengan girang dan anak itu langsung lari memasuki pasar di belokan jalan, mungkin ada mimpi yang ingin ia beli dipasar.
Begitulah waktu menetaskan luka di hati mereka yang hidup mengharap iba dari kita, pengemis tua itu bilang jika cuaca cerah banyak orang yang lalu-lalang maka cukup ada iba yang bisa mereka makan, tapi bila ada hujan maka mereka hanya bisa meminum air yang jatuh ditelapak tangan, sia-sia. Aku bertanya pada pengemis tua itu “Apa yang bapak lakukan jika Tuhan menawarkan satu permohonan?” Pengemis itu menjawab “Semoga Tuhan menghapus malam, setidaknya ada yang peduli pada nasib kami, karena bila malam datang maka tak seorangpun bisa memperdulikan kami yang mengiba”
Aku pulang kerumah tanpa bisa berkata apa-apa, sebelum tidur kutulis kalimat di selembar kertas. Mengapa Tuhan tak menghapus malam?, lalu kulipat kertas itu dan kutaruh dibawah bantal, lalu kujemput mimpi yang terpaksa.
Aku kembali berjalan didepan mereka, tapi mengapa pengemis tua itu tak ada, dimana pengemis tua dan seorang anak kecil itu? Kucari wajah mereka diantara ratusan wajah. Tapi wajah-wajah yang ada didepanku adalah wajah-wajah lain, mereka adalah para tetangga kaya yang tinggal didekat rumahku? Mereka menangis sambil berkata “ Mengapa Tuhan tak menghapus malam? Mengapa Tuhan tak menghapus malam? Mengapa Tuhan tak menghapus malam…?” mereka terus mengeluh dan mengulang-ulang pertanyaan yang sama, Arrrrggggggghhhhhh…………!!!! Aku pusing !!!
Aku terbangun dari mimpi setelah cahaya mentari menerobos mataku. “Wah untung hanya mimpi” Aku bangkit dari tempat tidur dan buru-buru mandi, siang hari, aku pergi membeli beberapa nasi bungkus dan beberapa kilo buah-buahan lalu naik angkot menuju ke arah pasar untuk mengunjungi pengemis tua dan anak kecil itu. Aku tertegun sendiri diantara keramaian kota yang besar ini, mataku liar mencari dua orang pengemis itu, dimana? Aku menyusuri jalan kota memasuki pasar, melewati jembatan penyeberangan,aku mencari dan terus mencari. Tapi aku hanya mendapat lelah, hari ini terasa sepi. Lama aku berdiri di jembatan penyeberangan sambil kutatap langit diam-diam aku bersyukur walau aku tak lebih tinggi dari hidup orang lain setidaknya aku tahu bahwa masih ada yang lebih butuh dari aku. Tapi dimana mereka saat ini? Aku melanjutkan lagi pencarianku, tapi yang kudapat hanyalah sia-sia. Kuletakkan bungkusan nasi dan buah itu ditempat biasa pengemis tua itu duduk mengharap iba. Akh, apa yang terjadi pada mereka?
Mungkin kita akan bertukar posisi dengan mereka? Saat kita butakan mata tanpa melihat kebawah pada mata mereka yang mengiba. Tak ada yang tak mungkin bagi Tuhan, mungkin besok atau lusasalah satu dari kita akan duduk dipinggiran kota menggantikan mereka bermandi gerimis dan tak seorang tahu saat kita menangis dan mengiba. Dan mereka yang pernah kita umpat dengan kata-kata kasar akan menggantikan posisi kita, duduk dirumah yang besar dan ber-AC, tidur di kasur yang empuk, menonton televisi yang besar. Siapa diantara kita yang akan lebih awal mengeluh, Mengapa Tuhan tak menghapus malam? Entah, satu pesan yang ingin kutitip, sampaikan salamku pada pengemis tua dan seorang anak kecil itu, sekali lagi kuminta pada kalian tolong jangan kalian lupa katakan salamku pada mereka, karena pengalaman mereka aku dapat memerani tokoh karakter naskah teater orang-orang ditikungan jalan. Ingatlah tak ada yang tak mungkin bagi Tuhan, tak ada satu pun dari kita yang bisa menolak, tidak juga aku, kau, ataupun para pengemis itu. Lalu siapa yang mencintai takdir?

menunggu pagi.

Cemas mencekap ketika air jatuh sebagai gerimis. Ketakutan dialami dia yang sendiri di pinggir kota. Ketakutan adalah ruang hampa dalam hatinya, sedangkan malam melukis kelamnya malam dihatinya.
Dia bukan siapa-siapa. Ia hanya seorang teman yang masih tersisa, ia masih memahat dendam kosong pada batu. Ia memaki malam yang tak kunjung usai. Ia membenci malam sejak ia kehilangan segalanya. Ia sendirian, bila ayah dan bunda tak ada lalu harus berharap pada siapa? Ia hanya bisa berharap ada iba yang jatuh di telapak tangannya. Bila biasa ia berkata, bukan ia tak cinta bunda yang telah melahirkannya kedunia. Tapi mengapa sejak nafas ia minta pada Tuhan hanya memberi luka? Telapak tangan kanannya ia buka lebar-lebar, matanya melotot besar karena lapar. Hatinya selalu saja berharap cemas, adakah iba yang bisa ia makan hari ini?
Pengemis itu ingin berbunyi dari malam, ia benci pada malam yang merebut rejekinya. Tapi siapa yang mau peduli? Mungkin ia terlalu naif untuk bekerja, atau kitalah yang terlalu naif padanya? Tangan-tangan kotor itu selalu selalu saja kita anggap merusak pemandangan kota ini. Padahal mereka juga manusia, sama seperti kita. Apa alasannya kita selalu memaki mereka? Sengaja mereka ku jadikan teman, aku tersadar mereka mengemis bukan karena cinta tapi waktu yang telah memperbudak  mereka.
Awal yang tanpa rekayasa, pada setiap kesempatan kujatuhkan iba pada tangan pengemis tua yang tubuhnya penuh luka itu. Pada satu kesempatan aku melintasinya dengan terburu-buru, “Emm… Mau pergi kemana Mas?” ia menyapa ku. Aku berhenti sejenak dan kembali padanya, lalu menjatuhkan iba pada tangannya, kupikir ia hanya ingin mengingatkanku hari ini. Lalu pada hari-hari biasa aku kembali melintasi pengemis tua itu, tapi tanganku penuh dengan beban yang harus kubawa. Seorang anak kecil menarik celanaku menawarkan bantuan, aku menolak tapi anak itu menunjuk pengemis tua di pinggir jalan, anak itu berkata “Bapak bilang saya harus membantu membawa barang-barang mas”. Aku tertegun, kutoleh pengemis tua itu dan tersenyum sambil mengangguk meniyakan.
Pada hari libur sengaja kucari pengemis tua itu, ku bawakan beberapa bungkusan nasi. Ia sangat gembira menerima kedatanganku, atau mungkin karena nasi bungkus ditanganku. Bapak tua dan anak kecil itu buru-buru melahap nasi bungkus itu, sambil mengunyah mereka sibuk mengucapkan terima kasih. Aku tertegun melihat keadaan di depanku, sebahagia itukah mereka menghargai setiap butir nasi? “Bapak terakhir makan waktu sore dua hari yang lalu” ia mulai bercerita, “Anak kecil ini bukan anak anak bapak tapi dia biasanya mengurus bapak, karena tangan dan kaki bapak lumpuh. Bahka terkadang, anak ini yang berbagi nasi dengan bapak” Pikirku, anak sekecil itu sudah ingin bertanggung jawab kepada orang lain, lalu kuberi bebrapa lembar uang ribuan dan ia menerimnya dengan girang dan anak itu langsung lari memasuki pasar di belokan jalan, mungkin ada mimpi yang ingin ia beli dipasar.
Begitulah waktu menetaskan luka di hati mereka yang hidup mengharap iba dari kita, pengemis tua itu bilang jika cuaca cerah banyak orang yang lalu-lalang maka cukup ada iba yang bisa mereka makan, tapi bila ada hujan maka mereka hanya bisa meminum air yang jatuh ditelapak tangan, sia-sia. Aku bertanya pada pengemis tua itu “Apa yang bapak lakukan jika Tuhan menawarkan satu permohonan?” Pengemis itu menjawab “Semoga Tuhan menghapus malam, setidaknya ada yang peduli pada nasib kami, karena bila malam datang maka tak seorangpun bisa memperdulikan kami yang mengiba”
Aku pulang kerumah tanpa bisa berkata apa-apa, sebelum tidur kutulis kalimat di selembar kertas. Mengapa Tuhan tak menghapus malam?, lalu kulipat kertas itu dan kutaruh dibawah bantal, lalu kujemput mimpi yang terpaksa.
Aku kembali berjalan didepan mereka, tapi mengapa pengemis tua itu tak ada, dimana pengemis tua dan seorang anak kecil itu? Kucari wajah mereka diantara ratusan wajah. Tapi wajah-wajah yang ada didepanku adalah wajah-wajah lain, mereka adalah para tetangga kaya yang tinggal didekat rumahku? Mereka menangis sambil berkata “ Mengapa Tuhan tak menghapus malam? Mengapa Tuhan tak menghapus malam? Mengapa Tuhan tak menghapus malam…?” mereka terus mengeluh dan mengulang-ulang pertanyaan yang sama, Arrrrggggggghhhhhh…………!!!! Aku pusing !!!
Aku terbangun dari mimpi setelah cahaya mentari menerobos mataku. “Wah untung hanya mimpi” Aku bangkit dari tempat tidur dan buru-buru mandi, siang hari, aku pergi membeli beberapa nasi bungkus dan beberapa kilo buah-buahan lalu naik angkot menuju ke arah pasar untuk mengunjungi pengemis tua dan anak kecil itu. Aku tertegun sendiri diantara keramaian kota yang besar ini, mataku liar mencari dua orang pengemis itu, dimana? Aku menyusuri jalan kota memasuki pasar, melewati jembatan penyeberangan,aku mencari dan terus mencari. Tapi aku hanya mendapat lelah, hari ini terasa sepi. Lama aku berdiri di jembatan penyeberangan sambil kutatap langit diam-diam aku bersyukur walau aku tak lebih tinggi dari hidup orang lain setidaknya aku tahu bahwa masih ada yang lebih butuh dari aku. Tapi dimana mereka saat ini? Aku melanjutkan lagi pencarianku, tapi yang kudapat hanyalah sia-sia. Kuletakkan bungkusan nasi dan buah itu ditempat biasa pengemis tua itu duduk mengharap iba. Akh, apa yang terjadi pada mereka?
Mungkin kita akan bertukar posisi dengan mereka? Saat kita butakan mata tanpa melihat kebawah pada mata mereka yang mengiba. Tak ada yang tak mungkin bagi Tuhan, mungkin besok atau lusasalah satu dari kita akan duduk dipinggiran kota menggantikan mereka bermandi gerimis dan tak seorang tahu saat kita menangis dan mengiba. Dan mereka yang pernah kita umpat dengan kata-kata kasar akan menggantikan posisi kita, duduk dirumah yang besar dan ber-AC, tidur di kasur yang empuk, menonton televisi yang besar. Siapa diantara kita yang akan lebih awal mengeluh, Mengapa Tuhan tak menghapus malam? Entah, satu pesan yang ingin kutitip, sampaikan salamku pada pengemis tua dan seorang anak kecil itu, sekali lagi kuminta pada kalian tolong jangan kalian lupa katakan salamku pada mereka, karena pengalaman mereka aku dapat memerani tokoh karakter naskah teater orang-orang ditikungan jalan. Ingatlah tak ada yang tak mungkin bagi Tuhan, tak ada satu pun dari kita yang bisa menolak, tidak juga aku, kau, ataupun para pengemis itu. Lalu siapa yang mencintai takdir?

Band indie lampung

Lama di tanah rantau membuat aku banyak tertingal akan berita dan perkembangan Lampung. Ternyata di Lampung banyak juga band-band indie. Mereka semua berkaloburasi dalam satu album. Diantara band-band indie lampung adalah APOLO, HIJAU DAUN, Udara, Jenderal, Kangen Band, Papers26, JINGGA, DOC MARTEN’S, Demank, Pangeran,  COIN, X-Band, The Bahagia 60, Sketsa, Sixty Second. Ada beberapa diantaranya sudah membuat album tersendiri dan sudah terkenal ke penjuru nusantara sepert : Kangen Band dan Hijau Daun. Dalam waktu dekat ini akan dirilis album pertama APOLO yang berjudul SETIA (SEtiap TIkungan Ada). SETIA juga menjadi Hits Single mereka.
Mau tahu lagi tentang band-band Lampung… coba buka blog Band Lampung. Harapan saya Band-band indie lampung lainnya dapat tetap exis dan membuat album sendiri seperti Kangen Band, Hijau Daun dan APOLO.
Begitu banyak Band-band Indie lampung, tapi kesemuanya belum berani untuk membawakan lagu-lagu daerah lampung, dalam setiap penampilan mereka. Mungkin kurang gaya atau takut kualat. Atau mungkin juga bukan jamannya dan tidak ngetrend….??

 
Design by Fajri Alhadi | Published by Template Dyto Share.us | Download Film Terbaru
Sisi Remaja Ebook Teknisi Komputer