Minggu, 09 Mei 2010

komunitas band indie: kami bertahan karena hoby.

Buat kami menjadi indie itu adalah pilihan. Bukan karena tidak ada pilihan makanya kami menjadi indie. Kebebasan mengeksplorasi alat musik dan mengekspresikan diri adalah alasan mengapa kami memutuskan menjadi indie. Tanpa perlu terikat pasar, berdiri di genre yang disenangi. Apakah emo, visual key, metal core pun british pop. Banyak yang tak mengerti ketika mendengar permainan kami. Tapi nggak masalah kok, karena itulah kami!

Anak band sudah menjadi hal yang lumrah di kota besar seperti Medan. Ngeband seumpama sudah menjadi hobi umum anak-anak SMA dan kuliahan. Tapi kalau dikatakan band indie? Sepertinya tidak berlebihan kalau band indie disebut punya kelebihan dibanding band lainnya.

Mengapa tidak, ketika semua band sedang tergila-gila dengan band komersil yang sedang 'in', band indie tetap dijalurnya. Banyak yang mempertanyakan apa defenisi band indie.

Cello, seorang pelakon band indie yang tergabung dalam Tomato ( Jalan Tomat Nomor 106/8), sebuah komunitas indie yang juga bergerak di bidang event organizer, sound company dan studio ini mengaku sampai sekarang agak sulit mendefenisikan indie itu seperti apa.

“Ada yang menyebutnya mandiri dengan musik yang cenderung 'tidak mau' diatur. Serta tidak tergantung oleh pasar dan major label. Membuat dan memasarkan album dilakoni sendiri,” kata Cello.

Namun yang pasti, musik indie berbeda dari band kebanyakan yang mengusung tema-tema pakem plus lirik-lirik pasaran. “Sebenarnya tergantung orang sih, kalau kami ya karena suka dan hobi makanya pilih indie,” tambahnya.

Konsen ke Jalur Indie


Menurut Cello, penggemar musik indie dan penganut band indie sudah cukup banyak di Medan. Walau tidak semeriah di Jawa. Namun lanjut Cello, band indie di Jawa lebih cepat naik karena sebagai pusat pemerintahan dan pusat dari “segalanya” lingkungan di Jawa mendukung dan mempermudah pergerakan band indie. Layaknya membuat track, demo, recording dan pemasaran sudah lebih terdepan dibanding Medan.

Karena itu jugalah keinginan untuk memajukan band indie di Medan, Cello dan kawan-kawan lainnya kemudian membuat Tomato. Tomato yang berdiri antara tahun 2005-2006 ini awalnya bukan langsung menjadi komunitas tetapi studio. “Sudah sekitar dua tahun belakangan ini kami jadi komunitas indie,” ungkapnya saat ditemui Global.

Itu pun tanpa disengaja. Anak-anak band indie sering ngumpul, sharing, curhat dan ngobrol maka terlintaslah di benak kenapa tidak membuat komunitas saja. Untuk saat ini band indie yang aktif di Tomato adalah Pickosh, A Hole in Your Stocking, Fireworks, Early Morning, Oblivious Insanity, Strauwvella, Marrionnete dan Gizmo.

Keberadaan Tomato sejatinya tak lain adalah untuk mendukung dan membantu mengenalkan band-band indie kepada masyarakat. “Tomato bukanlah sebuah manajemen tetapi wadah untuk mendorong band indie. Apalagi band-band baru,” cerita Cello.

Salah satu upaya Tomato adalah dengan menggelar perhelatan untuk para band indie tampil bersama. Beberapa event yang pernah digelar adalah Tribute Beatles, Explo Sound dan  Free To Be Me.

Tak disangkal para penonton yang datang masihlah kalangan terbatas yakni penggandrung musik indie. Kalau bukan penikmat indie biasanya akan berkomentar, 'Nih, musik apaan?' Pun bila dibandingkan, massa musik indie masih kalah jauh dengan musik-musik pop umumnya. “Tapi kami tetap enjoy kok!”

Kalau dibilang idealis mungkin iya juga. Karena Cello mengaku tidak mencari rupiah dengan bergelut di band indie. “Belum berpikir sampai ke arah sana. Masih hobi dan tidak materi.” Namun seperti band-band yang lain, pegiat band indie juga mempunyai mimpi yang sama. Menelurkan album.

“Sudah ada sih, beberapa band indie yang menghasilkan album. Kita sangat terbantu dengan adanya media elektronik, pemasaran jadi lebih mudah,” tutupnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Fajri Alhadi | Published by Template Dyto Share.us | Download Film Terbaru
Sisi Remaja Ebook Teknisi Komputer